contoh skripsi
Judul : Arah Kajian Bahasa Korelasi Antara Perkembangan Iptek Dan Sosial Budaya
Atas Nama : R U S D I
Stambuk : 105404751 10
Jurusan : P GS D
Fakultas : Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, skripsi ini telah memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan dihadapan tim penguji ujian skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, ………………. 2011
Di setujui:
Pembimbing:
1. Dr. Salam,..
2. Dra. Mahmuda,………
Di ketahui:
Dekan FKIP Ketua Jurusan
Unismuh Makassar Bahasa dan Sastra
A. Sukri Syamsuri, S.Pd. M. Hum Drs. Hambali, S. Pd. M. Hum
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi, atas nama Sugianto telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dengan SK Rektor No. ………………… tanggal ………………. Bulan ……. . untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar, pada hari ……………………
Makassar, …………… 2009
Panitia Ujian
1. Pengawas Umum :
2. Ketua :
3. Sekretaris :
4. Penguji :
:
:
:
Disahkan oleh:
Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
A. Sukri Syamsuri, S.Pd. M. Hum
NIP.
KATA PENGANTAR
Sandaran teologis yang selalu tersadarkan atas status kehambaan kita di jagad raya ini adalah ungkapan puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa pula penulis kirimkan salawat dan taslim atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW sebagai sandaran aktifitas keseharian.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat Akademis yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan hal ini disebabkan oleh keterbatasan potensi penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terwujud tanpa bantuan, motivasi, saran atau petunjuk dari berbagai pihak.
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan, bantuan dan do’a oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Drs. Irwan Akib, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membimbing Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. A. Sukri Syamsuri, S.Pd. M. Hum selaku Dekan FKIP Unismuh beserta staf pembantunya yang senantiasa memberikan petunjuk yang positif kepada Mahasiswa.
3. Dr. Salam, …………… dan Dra. Mahmuda …….. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan arahan dan petunjuk tekhnis mulai dari penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi ini;
4. Drs. Hambali, S.Pd, M. Hum. Selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah bertanggung jawab dalam mengarahkan Mahasiswa untuk bekerja keras menyelesaikan penyusunan skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen, serta staf administrasi yang telah menuntun mahasiswa dalam hal memberikan Ilmu Pengetahuan.
6. Rekan-rekan Organisasi IMM, dan Organisasi Daerah yang berkiprah dikampus telah memberikan konsep tambahan berupa buku, serta diskusi-diskusi sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat mulia kepada kedua orangtua yang telah bersusah payah membiayai penulis dan sahabat-sahabat penulis, khusus buat kakanda Abdul Rahman, kakanda Barnadi Zakaria, Misbahuddin, Umar, Irwanto, Irfan Efendi, Jayanti Andri, Wahyuni Wati, dan Nur Islamiah yang telah memberikan waktu, sumbangsih pikiran dan do’a sampai penyelesaian studi.
Makassar, ………Penulis
ABSTRAK
Sebagai alat komunikasi dan cerminan atau pemantulan kultur, bahasa adalah suatu sistem kompleks. yang dibandingkan komunikasi binatang, komunikasi manusia menggunakan bahasa, tanda, lambang, dan isyarat menurut konteks itu dan menilai adalah suatu kultur tertentu, selagi sedang komunikasi binatang secara instinktif yang sama di dalam suatu jenis tertentu tanpa menyertakan penafsiran dalam kaitan dengan konteks budaya dan menilai. Tujuan skripsi ini adalah untuk meninjau ulang properti atau milik bahasa manusia dalam hubungan dengan pikir, kultur, dan komunikasi dari penjuru sudut berbeda seperti halnya pengaruh pembangunan sosial ke arah bahasa dan bahasa menggunakan dan untuk lihat arah studi bahasa. Apa yang sebaiknya dilakukan dalam studi menggunakan analisa Ceramah adalah satu area studi yang mana bersedia menerima nasehat untuk direkomendasikan sejalan dengan tujuan penulisan ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Bahasa merupakan wahana pengungkapan realitas dunia manusiawi, direduksi karena memiliki kualifikasi sebagai ilmu yang bersifat empiris dan ilmiah. Kenyataan ini tertjadi karena dengan berkembangnya pahan strukturalisme bidang ilmu bahasa oleh konsep Ferdinand De Saussure, yang mencangkan ilmu bahasa modern yang lebih menekankan pada aspek struktural empiris bahasa. Dengan demikian ilmu bahasa menjadi semakin akrab dengan doktrin positivisme logis yang senantiasa menyatakan bahwa bahasa yang ilmiah adalah yang dapat diverifikasi secara positif dan empiris. Selain itu reduksi bahasa juga dilakukan oleh kaum tradisionalisme yang mendasarkan diri pada pernyataan bahwa bahasa yang ilmiah adalah hakikatnya bersumber pada makna, dimana paham ini sangat kuat pengaruhnya terhadap terbentuknya tata bahasa Indonesia sampai kira-kira pada tahun 1970-an.
Pada zaman Yunani merupakan dasar untuk memandang hakikat segala sesuatu termasuk bahasa. Hal ini dapat dipahami karena pada zaman tersebut belum berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Pada zaman Romawi objek kajian bahasa berkembang kearah karya gramatika bahasa latin dan tokoh-tokoh yang terkenal adalah Varro Priscia. Karya-karya besar mereka terutama dalam meletakkan dasar-dasar dalam bidang etimologi, morfologi yang lazimnya disebut sintaksis. Perhatian para tokoh semakin besar ketika zaman abad pertengahan, yang ditandai oleh tujuh sistem utama yaitu ‘Trivium’ yang meliputi gramatika, dialektika logika, dan retorika; serta ‘Quadrium’ yang mencakup aritmetika, geometrika, astronomi dan musik. Akar-akar ilmu modern sudah mulai nampak, oleh karena itu perhatian para tokoh terhadap kajian bahasa juga sebagian mengarah pada pengembangan linguistik tersebut.
Pada zaman modern yang ditandai dengan ‘Renaissance’ kajian bahasa berangsur-angsur berkembang kearah timbulnya ilmu pengetahuan alam modern. Tokoh-tokoh pengemban ilmu pengetahuan tersebut antara lain Copernicus, Johanes Kepler, Galileo Galilei sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahua tersebut perhatian para tokoh terhadap bahasa juga semakin mengarah pada ilmu pengetahuan bahasa linguistik. Bahkan yang lebih penting lagi berkembangnya bahasa sebagai sarana pengembangan, iptek dan sosial budaya terutama peranan bahasa dalam pengembangan metode ilmiah.
Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia; tidak terdapat pada makhluk hidup lainnya, seperti binatang. Alat komunikasi pada binatang bersifat instinktif, sehingga proses komunikasi pada setiap jenis binatang semuanya sama. Seekor simpanse menyatakan rasa senang dengan memukul-mukul dadanya dengan kepala tangan. Lebah melakukan putaran sambil terbang beberapa kali untuk mengomunikasikan bahwa pada jarak tertentu terdapat madu. Komunikasi binatang dilakukan dengan bunyi-bunyi dan isyarat tubuh yang sama pada setiap jenis binatang. Berbeda dengan binatang, manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, isyarat, dan tanda. Kedua alat komuniaksi terakhir digunakan oleh binatang tetapi bahasa tidak. Bahasa sebagai alat komunikasi hanya digunakan oleh manusia. Sejalan dengan pemilikan bahasa oleh manusia, pikiran dari satu pihak dan budaya dari pihak lain juga milik manusia dan tidak terdapat pada binatang.
Secara eksistensial untuk meninjau sepintas kepemilikan bahasa oleh manusia dalam hubungannnya dengan pikiran, budaya dan komunikasi ditinjau dari berbagai sudut, serta pengaruh perkembangan sosial terhadap bahasa dan penggunaan bahasa. Di samping itu, sebagai pengkaji bahasa, apa yang seharusnya kita lakukan dan untuk apa kita gunakan hasil kajian bahasa.
Berbagai pendapat ahli tentang definisi bahasa, tergantung pada filsafat kebahasaan yang dianut. Kaum mentalisme berpendapat bahwa bahasa adalah satuan-satuan proposisi yang dituangkan dalam kalimat. Kaum interaksionisme kognitif mengatakan bahwa bahasa bukan hanya pengetahuan penutur bahasa tentang proposisi, tetapi lebih luas dari itu hubungan logis antar proposisi, Tetapi aliran ketiga, kaum interaksionisme sosial berpendapat bahwa bahasa lebih luas lagi dari itu. Bahasa tidak saja dipandang dari proposisi, hubungan logis antar proposisi, tetapi juga melibatkan interpretasi sebagai hasil komunikasi antara pembicara dan pendengar. Interpretasi dapat dilakukan apabila konteks dipahami baik oleh pembicara maupun pendengar.
Dengan pijakan ilmu kebahasaan yang sudah ada, para ahli semakin lama semakin menyadari bahwa sebenarnya konteks tidak terikat pada waktu, tempat, situasi, topik, partisipan, dan saluran percakapan, tetapi lebih meluas lagi dengan konteks-konteks yang jauh di luar pembicara dan pendengar yang terlibat dalam suatu komuniaksi antarpersonal. Mereka telah mulai menjelajahi bahasa secara lebih khusus dan mendalam ke dalam kehidupan manusia yang menggunakannya. Manusia menggunakan bahasa bersama dengan perkembangan sosial budaya; manusia menggunakan bahasa dalam politik, ekonomi, agama, pendidikan, sains dan teknologi. Maka konteks bahasa tidak lagi hanya konteks pembicara-pendengar pada tempat, waktu, situasi, dan saluran tertentu, tetapi telah meluas ke dalam segala segi kehidupan manusia. Karena itu Grundy menegaskan bahwa, Kebenaran Atau Penerangan keringanan tergantung pada pasukan suatu proses yang tanpa batas dari permintaan keterangan ilmiah di dalam suatu masyarakat yang berhadap-hadapan dalam gejala dunia nyata, bukannya menjadi sikap pandang transendental yang tiba di oleh individu tertentu atau kelompok individu pada beberapa periode waktu tertentu.
Kebenaran interpretasi dalam suatu komunitas bahasa datang dari dunia nyata, bukan merupakan hasil pendapat manusia secara individu atau kelompok individu tentang bahasa pada periode waktu tertentu. Dengan rasional yang demikian, Grundy menarik implikasi bahwa,. kita tidak punya kuasa tenaga introspeksi, hanyalah pada waktu yang sama semua pengetahuan dunia yang internal kita diperoleh pemikiran hipotetis dari pengetahuan fakta eksternal.
Apa yang ada di kedalaman pikiran manusia bersumber dari kenyataan-kenyataan yang terdapat di luar pikiran manusia itu sendiri melalui penalaran. Bahwa manusia mempunyai genetika kebahasaan tidak disangkal. tetapi genetika bahasa tidak bermakna apabila "knowledge of external facts" tidak ada. Karena itu, terkait dengan apa yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, akuisisi dan pembelajaran bahasa tidak pernah berhenti sampai seseorang meninggal dunia.
kita tidak punya kuasa tenaga intuisi, tetapi namun tiap-tiap pengamatan ditentukan secara logika oleh pengamatan sebelumnya.
Seperti yang dinyatakan oleh Chomsky, manusia mempunyai intuisi terhadap bahasa asli atau bahasa ibunya. Tetapi, mungkinkah intuisi itu ada apabila kognisi sebelumnya tidak pernah ada. Dari mana kita tahu bahwa sebuah kalimat salah, jika kalimat itu sendiri tidak pernah ada sebelumnya Dan keberadaan sebuah kalimat dalam bahasa tertentu di dalam otak seseorang tidak dibawa dari lahir, tetapi masuk ke dalam otak manusia sebagai input, bukan sebagai "property" otak manusia. Ini tidak saja terjadi pada akuisisi bahasa tetapi juga pada kognisi yang lain. Dapatkah manusia menggunakan intuisinya bahwa suatu norma dalam budayanya salah atau benar bila tidak didahului oleh keberadaan budaya tersebut sebelum dia lahir.
Tanda-tanda atau simbol-simbol, termasuk bahasa, adalah alat berpikir manusia. Simbol-simbol tersebut sudah ada di luar diri seseorang sebelum dia lahir. Tanpa simbol-simbol tersebut manusia tidak dapat berpikir. Simbol-simbol tersebut dapat dipahami bukan oleh proses penyerapan pikiran secara individual, tetapi merupakan interaksi antara setiap individu dengan alam dan dengan individu lainnya baik perorangan maupun di dalam kelompok. Tidak satupun konsepsi yang tidak dikenal oleh manusia. Artinya adalah bahwa melalui interaksi manusia dengan manusia lain dan dengan alam, sebuah konsepsi tetap dikenal oleh manusia di mana konsepsi itu lahir.
Keberadaan diri manusia, seperti yang kita ketahui, terbentuk melalui tanda-tanda yang merupakan bagian dari proses pengenalan tanda yang ada di dalam
Alam dan proses pengenalan tanda yang ada di dalam suatu komunitas. Kesadaran diri manusia saling terkait dengan mata rantai semiotik dan terbuka bagi struktur rasional yang terdapat di dalam alam ini. Kenyataan-kenyataan sebagai tanda-tanda eksternal yang diketahui atau yang dapat diketahui masuk dan menempati ranah pikiran manusia dan melalui perbandingan-perbandingan membentuk makna. Karena itu, berbeda dengan Chomsky, Marvin Minsky mengemukakan bahwa pikiran adalah bawaan. Tetapi pikiran tidak dapat berbuat apa-apa tanpa tanda-tanda. Secara spesifik, dia mengatakan bahwa, maksud atau arti berakibat melalui sampai interaksi antara pembaca dan penerima dan corak ilmu bahasa berakibat sebagai hasil proses sosial, yang tidak pernah sewenang-wenang. Di dalam kebanyakan interaksi, para pemakai bahasa membawa dengan disposisi berbeda ke arah bahasa, yang adalah berhubungan erat ke sosial. Peran interaksi sosial dalam pembentukan makna dalam kebahasaan sangat penting. Baik dalam akusisi bahasa anak maupun pembentukan pemahaman orang dewasa secara individual terhadap sesuatu, pembentukan sebuah konsep atau pemahaman suatu proses kultural tidak lepas dari peran sosial-budaya.
Kembali kepada konteks dan perluasan pengertian konteks, dapat disimpulkan bahwa konteks tidak saja terbatas pada konteks-konteks langsung yang mencakup topik, latar, partisipan, saluran bahasa, dan fungsi bahasa Freedle, 1979, tetapi juga melingkup semua tanda-tanda yang terdapat di dalam alam sesuai dengan komponen budaya di mana tanda-tanda tersebut itu ada Halliday, 1986. Proses akuisisi dan pembelajaran bahasa oleh anak-anak dan orang dewasa selalu didampingi oleh tanda-tanda yang tersimpan di dalam komponen-komponen sosial budaya yang sekarang kita simpulkan sebagai perluasan konteks bahasa.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang tersebut, maka ke mana kajian bahasa seharusnya dan sebaiknya diarahkan agar berguna terhadap pengembangan sumber daya manusia.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskrifsikan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan arah kajian bahasa dengan perkembangan iptek dan sosial budaya.
D. Manfaat Penilitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bahan perbandingan kepada pembaca agar dapat dijadikan sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Merekonstruksi konsep tersebut untuk dapat dikembangkan lebih lanjut bagi pembaca dari hasil penelitian ini dan juga bermanfaat bagi penulis.
3. Memberikan kritik dan saran bagi penulis untuk mengembangkan pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Bahasa Akuisisi Dan Bahasa Pembelajaran
Pembicaraan tentang bahasa yang diakuisisi selalu berkisar tentang pemerolehan bahasa oleh anak-anak sampai umur empat tahun dengan sentral pembicaraan pada bentuk-bentuk bahasa yang dikuasai anak sampai pada tingkat umur tertentu. Anak-anak kelihatannya tidak menggandrungi bahasa tertentu dalam mengakuisisi bahasa. Mereka menyerap bahasa dengan mudah tanpa ada kesuliatan. Menurut para ahli psikolinguis, sampai dengan umur empat tahun, mereka sudah menguasai kosa kata, gramatika, makna semantis/paragmatis, dan wacana yang berhubungan dengan pengalaman mereka sehari-hari, Mudahnya mereka menguasai bahasa, tidak tergantung kepada lingkungan masyarakat bahasa yang mana mereka dibesarkan-- seperti anak Indonesia yang dibesarkan di Jerman akan berbahasa Jerman, yang dibesarkan di Swedia akan berbahasa Swedia, dan seterusnya. Namun bahasa yang dikuasai oleh anak yang berumur sampai dengan empat tahun adalah bahasa sehari-hari yang bertahapan sesuai dengan tingkat umur. Tahapan pertama adalah bahasa ego yang berfungsi untuk mengungkapkan keinginan diri tanpa memperhatikan keinginan dan komunikasi dua arah. Pada tingkat umur tertentu, barulah anak secara sederhana dapat menanggapi keinginan orang lain dalam berkomunikasi secara pragmatis. Konstruksi-konstruksi bahasa yang jarang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari; yang banyak dipakai dalam bahasa tulis dan konstruksi-konstruksi bahasa yang sangat rumit belum mereka kuasai Bentuk-bentuk bahasa formal, seperti bahasa pendidikan, bahasa pidato, bahasa diskusi, bahasa surat, bahasa buku, dan sejenisnya masih di luar jangkauan penguasaan anak. Pada saat anak-anak sudah masuk sekolah, akuisisi bahasa mereka semakin luas dan semakin memahami fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sesuai dengan perkembangan sosial-budaya. Bahasa akademis dan bahasa tulis mereka peroleh pada saat mereka berada di dalam masa pendidikan formal. Semakin maju suatu bangsa, semakin rumit bentuk komunikasi yang terjadi sesuai dengan kerumitan perkembangan budaya yang berkembang dalam masyarakat bahasa di mana seseorang dibesarkan dan semakin berkembang penguasaan bahasanya.
Pernyataan Slobin yang terakhir di atas adalah kunci perbedaan pandangan penguasaan bahasa oleh para psikolinguis dengan para ahli sosiolinguistik, pragmatik dan analisis wacana. Penguasaan bahasa oleh anak dengan konstruksi gramatika yang lengkap sudah dianggap sebagai penguasaan bahasa secara sempurna. Sebaliknya, penulis berpendapat sama dengan para ahli yang mengatakan bahwa akuisisi dan pembelajaran bahasa manusia tidak pernah ada akhirnya sampai akhir hayat seseorang. Dengan kata lain, selama penguasaan bahasa tidak hanya dipandang sebagai penguasaan bentuk-bentuk gramatika, tetapi dipandang dari hubungan perkembangan sosial-budaya yang mereka serap dan hayati dari kehidupan mereka, maka akuisisi dan pembelajaran bahasa oleh manusia berlangsung terus.
2. Kajian Bahasa Dalam Perkembangan Iptek dan Sosial-Budaya
Orang di luar bidang bahasa selalu bertanya-tanya: "Untuk apa ilmu linguistik itu? Sebagai ilmuan kebahasaan, kita mencoba menjawabnya dari sudut pandang azas manfaat. Setiap kajian kebahasaan mempunyai azas manfaat. Bila kita tinjau dari segi aliran, bidang kajian, dan komponen dari masing-masing bidang kajian bahasa, sebenarnya kita dapat menelusuri satu persatu manfaatnya. Tetapi di dalam skripsi yang singkat ini, penulis tidak mungkin menjangkau semuanya. Bila kita perhatikan laporan penelitian kebahasaan baik penelitian lepas atau dalam bentuk skripsi, tesis, dan disertasi mahasiswa, di dalamnya dicantumkan azas manfaat penelitian. Sebagai hasil penelitian linguistik murni, secara umum hasil penelitian dikatakan bermanfaat untuk menambah khazanah kebahasaan baik untuk linguistik Indonesia khususnya maupun linguistik secara umum. Pada sisi lain, baik yang bertolak dari aliran kebahasaan maupun dari bidang-bidang dan komponen masing-masing bidang, sebagai hasil penelitian kebahasaan terapan, hasil penelitian bermanfaat untuk diterapkan untuk berbagai kepentingan, seperti pendidikan dan pengajaraan, pengembangan sosial-budaya, pengembangan iptek, pengembangan seni dan sastra, dan sebagainya.
Noam Chomsky, misalnya, sebagai penganut mentalisme dalam kajian kebahasaan berpendirian bahwa hasil kajiannya tidak untuk dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran bahasa karena memang dia tidak mempunyai alasan untuk itu Chomsky, 1980. Penganut mentalisme kebahasaan, seperti yang telah disinggung pada bagian terdahulu, mengkaji bagaimana makna-makna bahasa diserap oleh anak-anak melalui analisis hubungan logis antar unsur yang hanya melibatkan konteks semotaktik konteks keterkaitan secara logis antar unsur di dalam kalimat. Karena itu manfaat hasil kajiannya diuntukkan pada pengayaan khazanah kebahasaan dalam bidang psikolinguistik. Karena psikolinguistik mempunyai kaitan dengan ilmu otak neurologi, pertanyaan muncul: "Apakah kajiannya dapat dimanfaatkan untuk terapi bagi orang-orang yang bermasalah dalam pengucapan bahasa yang disebabkan oleh kerusakan gumpalan otak yang mengontrol bahasa language lump" Jawabannya adalah "tidak" karena yang memperbaiki "kerusakan bahasa" bukanlah kajian Chomsky, tetapi kajian dan penelitian tentang otak itu sendiri. Kalau demikian, hasil kajian psikolinguistik hanya untuk kajian itu. Manfaat hasil kajian suatu bidang ilmu merupakan hak prerogatif pengkajinya sendiri. Dengan kata lain, hasil kajian bahasa yang demikian merupakan inventarisasi kekayaan ilmu dan pengetahuan. Karena itu, salah satu klasifikasi hasil kajian bahasa adalah inventarisasi kekayaan ilmu pengetahuan. Bahasa dalam hal ini berfungsi sebagai ilmu seni.
Masudnya teknologi secara berangsur-angsur ke dalam ruangan kelas selama lebih dari 20 tahun cenderung mencerminkan perkembangan teknologi komputer yang sejalan dengan perkembangan pembelajaran dan pengajaran yang dilakukan oleh para ahli dan diangkat oleh guru untuk dilaksanakan di dalam kelas. Karena itu, pengenalan teknologi internet dalam pendidikan sejalan dengan beralihnya pendidikan dari minat terhadap teori belajar kognitif dan perkembangan ke arah teori sosial dan kerjasama. Hawisher, 1994.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa era komunikasi hypertext dan internet yang telah mulai tumbuh pada pertengahan1990-an mengisyaratkan perlunya perluasan pandangan terhadap literasi: komputer tidak lagi dipandang sebagai pengganti guru atau alat yang "pintar" bagi pembelajar, tetapi sebagai media baru yang mengubah cara kita menulis, membaca, dan mungkin juga berpikir Selfe, 1989. Tanpa berpegang kepada analisis radikal peran teknologi dan literasi, kita perlu melakukan penelitian tentang komputer dan pendidikan yang tidak hanya menghargai manfaat komputer secara pedagogis dan sosial tetapi juga menentukan secara tepat bagaimana bahasa, pembelajaran, dan pengajaran telah digantikan oleh penggunaan teknologi internet dan hypertext di dalam kelas. Bahasa internet merupakan bahasa wacana yang dapat dikaji dan dapat diterapkan dalam pendidikan dan pengajaran.
Tentu saja banyak hasil kajian bahasa yang berstatus seperti ini, namun kemajuan IPTEK dan sosial-budaya di segala bidang membuat kajian bahasa berkembang ke arah yang bersamaan dengan perkembangan itu. Di dalam skripsi ini penekanan adalah pada kajian-kajian bahasa yang berkaitan dengan perkembangan tersebut, seperti pendidikan dan pengajaran, politik, kritik, komputerisasi, ekonomi, teknik, pariwisata, komunikasi, dan banyak lagi.
Penulis, dalam skripsi ini, tidak akan menguraikan perkembangan IPTEK dan sosial-budaya secara konseptual, teoritis dan sistematis karena hal tersebut adalah di luar jangkauan penulis. Tetapi penulis akan memberikan contoh-contoh perkembangan tersebut secara acak dan mengaitkannya dengan kajian kebahasaan.
3. Analisis Wacana
Ada dua jenis wacana, wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan berbentuk komunikasi verbal antar persona, sedangkan wacana tulis ditampilkan dalam bentuk teks. Wacana harus dibedakan dari teks dalam hal bahwa wacana menekankan pada proses, sedangkan teks pada produk kebahasaan. Sebuah unit percakapan dapat dilihat dari teks apabila penganalisis melihat hubungan kebahasaan antar tuturan. Sebaliknya, percakapan dilihat dari wacana apabila yang dikaji adalah proses komunikasi sehingga menghasilkan interpretasi. Dalam skripsi ini, penekanan bahasan adalah pada wacana.
Bahwa budaya mempengaruhi "gaya" percakapan secara sistematis merupakan prinsip pendekatan analisis wacana yang dikenal sebagai etnografi komunikasi, yang mengkaji bagaimana kaidah-kaidah budaya menentukan struktur dasar percakapan. Bagi etnografer di bidang ini, budaya merangkul pengetahuan dan pelaksanaannya, termasuk tindak tutur. Dalam hal yang demikian, etnografi komuniaksi adalah payung teori tindak tutur. Karena itu, barangkali, pendekatan komunikasi yang mengatakan bahwa tidak hanya totalitas pengetahuan dan pelaksanaan budaya tercakup di dalam wacana tapi juga penekanan pada bahasa menjadikan kedua kajian ini lebih banyak diperhatikan pada saat ini.
Karena totalitas budaya tercakup secara dominan di dalam kajian wacana, maka semua aspek kehidupan sosial-budaya manusia dapat dianalisis melalui wacana. Makna dan modernitas merupakan usaha yang ambisius untuk membangun kembali konsep dari pragmatism filosofis untuk teori social yang kontemporer. Halton 1986 mengemukakan nilai- nilai sikap pragmatis sebagai cara berpikir. Selama ini, teknik rasionalisasi melepaskan diri dari konteks yang hidup..Yang lebih menarik dewasa ini adalah arah kajian sosial budaya dan wacana bisa dilakukan dalam dua arah--melalui wacana, kita dapat mengkaji budaya dan melalui budaya kita dapat mengkaji wacana.
4. Analisis Percakapan
Berikut ini, Van Dijk 1998 mengulas tentang analisis percakapan. Seperti yang telah diperlihatkan oleh peneliti etnografi komunikasi dan para ahli bahasa lainnya, pemanfaatan kegiatan yang diatur oleh kaidah secara empiris dapat diuji dan diverifikasi kebenarannya. Analisis empiris peran tingkah laku yang diatur kaidah di dalam interaksi percakapan merupakan sentral pendekatan; dasar empirisnya menupangnya dengan metode yang tangguh karena hipotesis tentang percakapan yang terjadi pada suatu interaksi dapat diverifikasi dengan mengkaji interaksi dalam percakapan yang lain. Hasilnya adalah bahwa banyak para linguis dan sosiolog memfokuskan kajian mereka pada hal-hal yang diatur kaidah di dalam percakapan dan menemukan prinsip-prinsip utama. Ini bukan berarti bahwa sudah ada pendekatan yang diatur oleh kaidah yang sistematis dalam analisis wacana.
Sebaliknya, pendekatan yang berdasarkan kaidah dalam menerangkan makna telah dikeriktik secara luas, sebagi sesuatu yang terlalu umum untuk dimanfaatkan. Disarankan oleh banyak ahli agar kajiannya dibatasi di berbagai kemungkinan. Namun penganut kaidah percakapan membalasnya dengan mengatakan bahwa kaidah bukan untuk dipakai secara ketat, namun dalam percakapan terdapat kaidah yang dapat dipedomani. Dengan melihat bahwa ada kaidah dalam struktur percakapan, kita membatasi agar kajian kita tidak menjadi sesuatu yang tidak berujung.
5. Ketidakpastian Makna
Pada saat tertentu, makna bisa menjadi tidak terbatas, baik bagi penganalisis maupun bagi interlokutor. Ini merupakan kenyataan bahasa. Persepsi dan interpretasi setiap wacana bersifat sangat subyektif. Terdapat kemungkinan bahwa interpretasi dan reinterpretasi merupakan sesuatu yang tak berujung, hanya pembicara, pendengar, dan pengamatlah yang tahu. Interpretasi struktur simbolis ditentukan oleh makna kontekstual simbolis yang tak terbatas. Van Dijk menegaskan bahwa tak satupun pendekatan yang dapat menginterpretasi makna secara pasti. Apa yang dilakukan adalah usaha memaksimalkan interpretasi tersebut kearah kebenaraan.
Di dalam analisis wacana yang terkait dengan perkembangan sosio-kultural, ketidakpastian makna disebabkan oleh berbagai "lingkungan wacana" yang memungkinkan keberadaan ungkapan yang harus diinterpretasi. Lingkungan itulah yang kita maksudkan dengan konteks. Makna konseptual sebuah kata, makna logis sebuah kalimat, dan makna logis antar kalimat belum dapat menjamin ketepatan makna yang dimaksudkan oleh penuturnya. Ada komunikasi di luar konsep dan di luar logika yang harus "dibuntuti" sehingga kita menemukan interpretasi yang kira-kira mendekati kebenaran. Konsep sebuah kalimat yang efektif tidak berkisar sebatas penggunaan kata yang tepat, kalimat yang gramatikal dan stilistika yang benar, tetapi jauh di luar itu; pengetahuan penulis tentang sosio kutural yang kontekstual juga harus dilihat sebagai aspek yang harus menjangkau konsep tersebut.
Kajian wacana dapat pula diarahkan pada analisis antar wacana. Interaksi antar wacana diumpamakan oleh Van Dijk sebagai permainan catur. Bagaimana satu individu atau suatu kelompok masyarakat memahami wacana individu atau kelompok lain dan bagaimana kelompok kedua menanggapi wacana kelompok pertama, dan seterusnya. Analisis yang demikian erat sekali kaitannya dengan aksi apa yang akan terjadi sesudah itu. Sebuah berita koran yang bahasanya menggunakan konsep kata, logika kalimat, dan logika wacana yang kelihatan netral mungkin saja dapat menyinggung perasaan pembaca dalam kelompok tertentu dan kemudian segera terjadi makar.dan tentulah ini erat pula kaitannya dengan kultur yang dianut oleh masyarakat tersebut. Karena itulah kajian wacana yang terkait dengan perkembangan iptek dan sosial-budaya merupakan kajian yang signifikan untuk dilakukan tanpa melepaskannya dari azas manfaat. Bagaimana pemanfaatan hasil kajian tersebut untuk kepentingan mayarakat luas. Itulah pertanyaan yang paling signifikan yang harus dijawab oleh pengkaji bahasa. Contoh-contoh berikut sedikit memberikan gambaran tentang azas manfaat kajian wacana.
Bila kajian bahasa dikaitkan dengan perkembangan iptek dan sosio-kulutural, kajian kebahasaan akan mempunyai sumber yang tidak terbatas, terutama kajian wacana. Berikut ini beberapa contoh kajian wacana yang terkait dengan perkembangan sosial-budaya dan iptek.
6. Pandangan Orang Finlandia terhadap Berita Televisi CNN: Analisis Kritik Antar-Budaya tentang Gaya Wacana Komersil Orang Amerika
Terintegrasinya ekonomi Eropa dan permintaan yang meningkat terhadap keberhasilan iklan di pasar Eropa memaksa pemerintah melakukan deregulasi, restrukturisasi, dan komersialisasi monopoli penyiaran publik yang tidak komersil, sudah lama berdiri, dan secara tradisional mendominasi wacana publik. Restrukturisasi dan komersialisasi alat yang digunakan untuk menyebarkan informasi oleh publixk ini diiringi oleh perubahan-perubahan struktur kebahasaan wacana publik yang biasa dipakai.
Cable News Netrwork CNN sebagai jaringan yang menyiarkan segala macam berita di Eropa melalui satelit dan kabel, terbukti sebagai model yang populer dan terjangkau dan dapat dikaji serta ditiru. Namun daya tarik CNN bagi penyiaran-penyiaran di Eropa bukanlah pada berita yang disiarkan selama 24 jam, tetapi pada penggunaan gaya wacana komersil oleh pencipta yang sudah berpengalaman dan profesional.
Kajian ini memfokuskan pada asal-usul gaya wacana komersil Amerika secara historis, politis, ekonomi, dan ideologis, dan secara kritis menganalisisnya dengan bantuan antar-budaya orang Finlandia, orang yang belum menerima gaya tersebut secara implisit sebagai "berita". Di dalam analisis wacana berita komersil ini juga termasuk kajian fenomena yang dapat menyebabkan kesalah-pahaman, yang juga dikenal sebagi "gap", dalam penyerapan makna yang disajikan oleh CNN dalam gaya komersil Amerika dan diterima oleh orang Finlandia. Perbedaan persepsi tentang pesan-pesan CNN dikaji dan dianalisis antar-budaya untuk menemukan dan mengekspos perkiraan-perkiraan tentang gaya wacana komersil. Aspek-aspek gaya wacana komersil juga dikaji, termasuk pembuatan kerangka berita dan sari berita.
7. Critical Discourse Analysis CDA
Contoh lain perkembangan kajian bahasa adalah "Critical Discourse Analysis" CDA yang dipopulerkan oleh van Dijk 1978 melalui websites. CDA sudah membuat kajian bahasa menjadi alat interdisipliner dan digunakan oleh para ahli dengan bermacam-macam latar belakang, termasuk kritik media. Yang paling signifikan lagi adalah bahwa CDA menawarkan kesempatan untuk mengangkat perspektif sosial di dalam studi teks media antar budaya, seperti kajian wacana politik, yang berbeda dengan analisis teks secara linguistik, pragmatik, dan sosiolinguistik. Sementara kebanyakan bentuk analisis wacana bertujuan untuk memahami aspek sosio-kultural wacana, CDA bertujuan untuk menjelaskan perwujudan, struktur internal, dan susunan teks secara keseluruahan. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa CDA bertujuan untuk mengeriktik deskrifsi dan teori wacana. Ada tiga pertanyaan dasar kajian CDA:
a. Bagaimana kelompok yang lebih kuat mengontrol wacana publik?
b. Bagaimana wacana yang demikian mengontrol pikiran dan tindakan kelompok yang lebih lemah dan apa dampak sosial pengontrolan yang demikian, seperti kesenjangan sosial?
c. Bagaimana kelompok yang didominasi secara tidak langsung menantang kekuatan tersebut.
8. Contoh Pemanfaatan Komputer dalam Kebahasaan
a. Sistem Pembelajaran Bahasa melalui Komputer CALL
b. Pemeriksa tata bahasa dan stilistika dan membantu penulis menulis teks yang jelas.
c. Untuk menghindarkan salah komunikasi informasi antar batas bahasa.
d. Alat penganalisis deskrifsi teks dan mencari gambar yang cocok dengan deskrifsi tersebut.
e. Sistem yang membuat kita dapat menghasilkan berbagai jenis teks untuk tujuan yang berbeda dari sumber informasi yang sama, misalnya, pemasaran, pemeliharaan, pelatihan, pengelolaan.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar dan unsure-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Unsur –unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan terjadfinya kerjasama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan.
4. Organisasi kekuatan.
Kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Berbagai kekuatan yang dihadapi manusia seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lainnya. Karsa masyarakat mewuijudkan norma dan nilai-nilai yang sangat perlu untuk tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan buruk, manusia terpaksa melinduingi diri dengan cara menciptakan kaidah0kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang cara bertindak dan berlaku dalam poergaulan hidup. Manusia bagaimanapun hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan pribadi disebut Habit yang dijadikan kebiasaan yang teratur oleh seseorang, kemudian dijadikan dasar hubungan antara orang-orang tertentu sehingga tingkalaku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat dinamakan adat-istiadat. Adat-istiadat yang mempunyai akibat hukum disebut Hukum adat.
9. Kesimpulan
Bahasa bukan saja merupakan "properti" yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar persona. Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat absolut; selalu ditetukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu bahasa tidak pernah lepas dati konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.
Dalam kajian bahasa seharusnya para ahli bahasa mengarahkannya pada keterkaitan keduanya. Sosiokultural kehidupan manusia selalu berkembang, termasuk IPTEK. Karena itu dewasa ini arahan penelitian kebahasaan sudah banyak yang menuju ke sana, sehingga hasil kajian bahasa dapat dimanfaatkan untuk kehidupan umat manusia. Secara khusus, kajian pragmatik, seperti kajian wacana, sangat diminati oleh para peneliti yang menginginkan bahasa tidak terpisah dari komunikasi dan sosial-budaya.
Karena bahasa tidak terlepas dari komunikasi dan sosial-budaya, maka kajian bahasa akan selalu mengikuti perubahan-perubahan yang ada di dalam sosial-budaya. Bila sebelumnya, penelitian wacana hanya meneliti proses interpretasi di dalam wacana itu sendiri, dewasa ini para peneliti sudah keluar mencari kaitan wacana dengan sosiokultural. Kajian wacana bahkan sudah mulai mengarah kepada kajian interdisipliner, seperti kajian bahasa untuk berbagai bidang yang manfaatnya kemudian dipetik oleh pendidikan dan pengajaran bahasa. Kajian bahasa dewasa ini sudah mulai menjangkau kajian di luar kajian kalimat yang lepas konteks.
DAFTAR PUSTAKA
eriyanto, 2008 Analisis Wacana. Jakarta: Bumi Aksara
…………, ……, Filsafat Bahasa.
Brown, Gillian and George Yule. 1983. Discourse Analysis Cambridge: Cambridge University Press.
Chomsky, Noam. 1965. Aspects of the Theory of Syntax. Cambridge: The MIT Press.
.1980. Rules and Representation. New York: Columbia University Press.
Clark, Virginia P. 1981. Language. New York: St. Martin's Press.
Coppock, Patrick John. 1997. A semiotic Perspective on the Development of Artificial Consciousness. Ditemukan tanggal 8 Mei 2000 dari World Wide.
Dellinger, Brett. 1995. Critical Discourse Analysis. Ditemukan 8 Mei 2000 dari World Wide Freedle, Roy. 1979. Sociolinguistic Approach to Dialogues. Norwood: Ablex Publishing Corporation.
Grundy, Peter. 1998. Pragmatics and Advanced Pragmatics. Ditemukan 8 Mei 2000 dari World Wide Web:.
Halliday, M.A.K. 1986. Language as Social Semiotic. London: Edward Arnold.
Hoenisch, Steven M. 1998. A Wittgensteinian Approach to Discourse Analysis. Ditemukan 8 Mei 2000 dari World Wide
Levinson, Stephen C. 1983 Pragmatics Cambridge: Cambridge University Press.
Minsky, Marvin. 1988. The Society of Mind. Cambridge: MIT Press.
Menyuk, Paula. 1971. The Acquisition and the Development of Language. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
Miller, Max. 1979. The Logic of Language in Early Childhood. New York: Springer.
Piaget, J. 1926. The language and Thought of the Child. New York: Routledge & Kegan Paul.
_______ 1981. The Psychogenesis of Knowledge and Its Epistemological Significance. Cambridge: Harvard University Press.
Pinker, S. 1979 Formal Models of Language Learning. Cognition, 7, 217-283.
Pinker, S. 1984. LanguageLearnability and Language Development. Cambridge, MA: Harvard University Press. a
Pinker, S. 1987 "The bootstrapping problem in language acquisition". In B. MacWhinney Ed., Mechanisms of Language Acquisition. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Pinker, S. 1989 Learnability and Cognition: The acquisition of argument structure. Cambridge, MA: MIT Press.
Pinker, S. 1994a The Language Instinct. New York: Morrow.
Pinker, S. 1994b How could a child use verb syntax to learn verb semantics? Lingua, 92, 377-410. To be reprinted in L. Gleitman and B. Landau Eds., Lexical Acquisition. Cambridge, MA: MIT Press.
Rochberg-Halton, Eugene. 1986. Meaning and Modernity: Social Theory in the Pragmatic Attitude. Chicago: University of Chicago Press
Schiffrin, Deborah. 1994. Approaches to Discourse. Cambridge, Mass.: Blackwell.
Slobin, D.I. 1985. Universals of Grammatical Development in Children. Cambridge, Massachusetts: MIT Press.
Van Dijk, Teun A. 1998. Critical Discourse Analysis. Ditemukan 7 Mei 2000 dari Word Wide.
Vygotsky, Lev Semonovich. 1973. Thought and Language. Cambridge: The MIT Press.
Wittgenstein, Ludwig. 1984. Culture and Value. Chicago: University of Chicago Press.
Atas Nama : R U S D I
Stambuk : 105404751 10
Jurusan : P GS D
Fakultas : Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Setelah diperiksa dan diteliti ulang, skripsi ini telah memenuhi syarat untuk dipertanggungjawabkan dihadapan tim penguji ujian skripsi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, ………………. 2011
Di setujui:
Pembimbing:
1. Dr. Salam,..
2. Dra. Mahmuda,………
Di ketahui:
Dekan FKIP Ketua Jurusan
Unismuh Makassar Bahasa dan Sastra
A. Sukri Syamsuri, S.Pd. M. Hum Drs. Hambali, S. Pd. M. Hum
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi, atas nama Sugianto telah diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar dengan SK Rektor No. ………………… tanggal ………………. Bulan ……. . untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar, pada hari ……………………
Makassar, …………… 2009
Panitia Ujian
1. Pengawas Umum :
2. Ketua :
3. Sekretaris :
4. Penguji :
:
:
:
Disahkan oleh:
Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan
A. Sukri Syamsuri, S.Pd. M. Hum
NIP.
KATA PENGANTAR
Sandaran teologis yang selalu tersadarkan atas status kehambaan kita di jagad raya ini adalah ungkapan puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa pula penulis kirimkan salawat dan taslim atas junjungan Nabi besar Muhammad SAW sebagai sandaran aktifitas keseharian.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat Akademis yang harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan hal ini disebabkan oleh keterbatasan potensi penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi penyempurnaan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terwujud tanpa bantuan, motivasi, saran atau petunjuk dari berbagai pihak.
Dalam penyusunan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan dorongan, bimbingan, bantuan dan do’a oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Drs. Irwan Akib, M.Pd selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membimbing Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. A. Sukri Syamsuri, S.Pd. M. Hum selaku Dekan FKIP Unismuh beserta staf pembantunya yang senantiasa memberikan petunjuk yang positif kepada Mahasiswa.
3. Dr. Salam, …………… dan Dra. Mahmuda …….. selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan arahan dan petunjuk tekhnis mulai dari penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi ini;
4. Drs. Hambali, S.Pd, M. Hum. Selaku ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah bertanggung jawab dalam mengarahkan Mahasiswa untuk bekerja keras menyelesaikan penyusunan skripsi.
5. Bapak dan Ibu Dosen, serta staf administrasi yang telah menuntun mahasiswa dalam hal memberikan Ilmu Pengetahuan.
6. Rekan-rekan Organisasi IMM, dan Organisasi Daerah yang berkiprah dikampus telah memberikan konsep tambahan berupa buku, serta diskusi-diskusi sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat mulia kepada kedua orangtua yang telah bersusah payah membiayai penulis dan sahabat-sahabat penulis, khusus buat kakanda Abdul Rahman, kakanda Barnadi Zakaria, Misbahuddin, Umar, Irwanto, Irfan Efendi, Jayanti Andri, Wahyuni Wati, dan Nur Islamiah yang telah memberikan waktu, sumbangsih pikiran dan do’a sampai penyelesaian studi.
Makassar, ………Penulis
ABSTRAK
Sebagai alat komunikasi dan cerminan atau pemantulan kultur, bahasa adalah suatu sistem kompleks. yang dibandingkan komunikasi binatang, komunikasi manusia menggunakan bahasa, tanda, lambang, dan isyarat menurut konteks itu dan menilai adalah suatu kultur tertentu, selagi sedang komunikasi binatang secara instinktif yang sama di dalam suatu jenis tertentu tanpa menyertakan penafsiran dalam kaitan dengan konteks budaya dan menilai. Tujuan skripsi ini adalah untuk meninjau ulang properti atau milik bahasa manusia dalam hubungan dengan pikir, kultur, dan komunikasi dari penjuru sudut berbeda seperti halnya pengaruh pembangunan sosial ke arah bahasa dan bahasa menggunakan dan untuk lihat arah studi bahasa. Apa yang sebaiknya dilakukan dalam studi menggunakan analisa Ceramah adalah satu area studi yang mana bersedia menerima nasehat untuk direkomendasikan sejalan dengan tujuan penulisan ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Bahasa merupakan wahana pengungkapan realitas dunia manusiawi, direduksi karena memiliki kualifikasi sebagai ilmu yang bersifat empiris dan ilmiah. Kenyataan ini tertjadi karena dengan berkembangnya pahan strukturalisme bidang ilmu bahasa oleh konsep Ferdinand De Saussure, yang mencangkan ilmu bahasa modern yang lebih menekankan pada aspek struktural empiris bahasa. Dengan demikian ilmu bahasa menjadi semakin akrab dengan doktrin positivisme logis yang senantiasa menyatakan bahwa bahasa yang ilmiah adalah yang dapat diverifikasi secara positif dan empiris. Selain itu reduksi bahasa juga dilakukan oleh kaum tradisionalisme yang mendasarkan diri pada pernyataan bahwa bahasa yang ilmiah adalah hakikatnya bersumber pada makna, dimana paham ini sangat kuat pengaruhnya terhadap terbentuknya tata bahasa Indonesia sampai kira-kira pada tahun 1970-an.
Pada zaman Yunani merupakan dasar untuk memandang hakikat segala sesuatu termasuk bahasa. Hal ini dapat dipahami karena pada zaman tersebut belum berkembang ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Pada zaman Romawi objek kajian bahasa berkembang kearah karya gramatika bahasa latin dan tokoh-tokoh yang terkenal adalah Varro Priscia. Karya-karya besar mereka terutama dalam meletakkan dasar-dasar dalam bidang etimologi, morfologi yang lazimnya disebut sintaksis. Perhatian para tokoh semakin besar ketika zaman abad pertengahan, yang ditandai oleh tujuh sistem utama yaitu ‘Trivium’ yang meliputi gramatika, dialektika logika, dan retorika; serta ‘Quadrium’ yang mencakup aritmetika, geometrika, astronomi dan musik. Akar-akar ilmu modern sudah mulai nampak, oleh karena itu perhatian para tokoh terhadap kajian bahasa juga sebagian mengarah pada pengembangan linguistik tersebut.
Pada zaman modern yang ditandai dengan ‘Renaissance’ kajian bahasa berangsur-angsur berkembang kearah timbulnya ilmu pengetahuan alam modern. Tokoh-tokoh pengemban ilmu pengetahuan tersebut antara lain Copernicus, Johanes Kepler, Galileo Galilei sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahua tersebut perhatian para tokoh terhadap bahasa juga semakin mengarah pada ilmu pengetahuan bahasa linguistik. Bahkan yang lebih penting lagi berkembangnya bahasa sebagai sarana pengembangan, iptek dan sosial budaya terutama peranan bahasa dalam pengembangan metode ilmiah.
Telah dikukuhkan oleh para ahli bahasa bahwa bahasa sebagai alat komunikasi secara genetis hanya ada pada manusia; tidak terdapat pada makhluk hidup lainnya, seperti binatang. Alat komunikasi pada binatang bersifat instinktif, sehingga proses komunikasi pada setiap jenis binatang semuanya sama. Seekor simpanse menyatakan rasa senang dengan memukul-mukul dadanya dengan kepala tangan. Lebah melakukan putaran sambil terbang beberapa kali untuk mengomunikasikan bahwa pada jarak tertentu terdapat madu. Komunikasi binatang dilakukan dengan bunyi-bunyi dan isyarat tubuh yang sama pada setiap jenis binatang. Berbeda dengan binatang, manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, isyarat, dan tanda. Kedua alat komuniaksi terakhir digunakan oleh binatang tetapi bahasa tidak. Bahasa sebagai alat komunikasi hanya digunakan oleh manusia. Sejalan dengan pemilikan bahasa oleh manusia, pikiran dari satu pihak dan budaya dari pihak lain juga milik manusia dan tidak terdapat pada binatang.
Secara eksistensial untuk meninjau sepintas kepemilikan bahasa oleh manusia dalam hubungannnya dengan pikiran, budaya dan komunikasi ditinjau dari berbagai sudut, serta pengaruh perkembangan sosial terhadap bahasa dan penggunaan bahasa. Di samping itu, sebagai pengkaji bahasa, apa yang seharusnya kita lakukan dan untuk apa kita gunakan hasil kajian bahasa.
Berbagai pendapat ahli tentang definisi bahasa, tergantung pada filsafat kebahasaan yang dianut. Kaum mentalisme berpendapat bahwa bahasa adalah satuan-satuan proposisi yang dituangkan dalam kalimat. Kaum interaksionisme kognitif mengatakan bahwa bahasa bukan hanya pengetahuan penutur bahasa tentang proposisi, tetapi lebih luas dari itu hubungan logis antar proposisi, Tetapi aliran ketiga, kaum interaksionisme sosial berpendapat bahwa bahasa lebih luas lagi dari itu. Bahasa tidak saja dipandang dari proposisi, hubungan logis antar proposisi, tetapi juga melibatkan interpretasi sebagai hasil komunikasi antara pembicara dan pendengar. Interpretasi dapat dilakukan apabila konteks dipahami baik oleh pembicara maupun pendengar.
Dengan pijakan ilmu kebahasaan yang sudah ada, para ahli semakin lama semakin menyadari bahwa sebenarnya konteks tidak terikat pada waktu, tempat, situasi, topik, partisipan, dan saluran percakapan, tetapi lebih meluas lagi dengan konteks-konteks yang jauh di luar pembicara dan pendengar yang terlibat dalam suatu komuniaksi antarpersonal. Mereka telah mulai menjelajahi bahasa secara lebih khusus dan mendalam ke dalam kehidupan manusia yang menggunakannya. Manusia menggunakan bahasa bersama dengan perkembangan sosial budaya; manusia menggunakan bahasa dalam politik, ekonomi, agama, pendidikan, sains dan teknologi. Maka konteks bahasa tidak lagi hanya konteks pembicara-pendengar pada tempat, waktu, situasi, dan saluran tertentu, tetapi telah meluas ke dalam segala segi kehidupan manusia. Karena itu Grundy menegaskan bahwa, Kebenaran Atau Penerangan keringanan tergantung pada pasukan suatu proses yang tanpa batas dari permintaan keterangan ilmiah di dalam suatu masyarakat yang berhadap-hadapan dalam gejala dunia nyata, bukannya menjadi sikap pandang transendental yang tiba di oleh individu tertentu atau kelompok individu pada beberapa periode waktu tertentu.
Kebenaran interpretasi dalam suatu komunitas bahasa datang dari dunia nyata, bukan merupakan hasil pendapat manusia secara individu atau kelompok individu tentang bahasa pada periode waktu tertentu. Dengan rasional yang demikian, Grundy menarik implikasi bahwa,. kita tidak punya kuasa tenaga introspeksi, hanyalah pada waktu yang sama semua pengetahuan dunia yang internal kita diperoleh pemikiran hipotetis dari pengetahuan fakta eksternal.
Apa yang ada di kedalaman pikiran manusia bersumber dari kenyataan-kenyataan yang terdapat di luar pikiran manusia itu sendiri melalui penalaran. Bahwa manusia mempunyai genetika kebahasaan tidak disangkal. tetapi genetika bahasa tidak bermakna apabila "knowledge of external facts" tidak ada. Karena itu, terkait dengan apa yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, akuisisi dan pembelajaran bahasa tidak pernah berhenti sampai seseorang meninggal dunia.
kita tidak punya kuasa tenaga intuisi, tetapi namun tiap-tiap pengamatan ditentukan secara logika oleh pengamatan sebelumnya.
Seperti yang dinyatakan oleh Chomsky, manusia mempunyai intuisi terhadap bahasa asli atau bahasa ibunya. Tetapi, mungkinkah intuisi itu ada apabila kognisi sebelumnya tidak pernah ada. Dari mana kita tahu bahwa sebuah kalimat salah, jika kalimat itu sendiri tidak pernah ada sebelumnya Dan keberadaan sebuah kalimat dalam bahasa tertentu di dalam otak seseorang tidak dibawa dari lahir, tetapi masuk ke dalam otak manusia sebagai input, bukan sebagai "property" otak manusia. Ini tidak saja terjadi pada akuisisi bahasa tetapi juga pada kognisi yang lain. Dapatkah manusia menggunakan intuisinya bahwa suatu norma dalam budayanya salah atau benar bila tidak didahului oleh keberadaan budaya tersebut sebelum dia lahir.
Tanda-tanda atau simbol-simbol, termasuk bahasa, adalah alat berpikir manusia. Simbol-simbol tersebut sudah ada di luar diri seseorang sebelum dia lahir. Tanpa simbol-simbol tersebut manusia tidak dapat berpikir. Simbol-simbol tersebut dapat dipahami bukan oleh proses penyerapan pikiran secara individual, tetapi merupakan interaksi antara setiap individu dengan alam dan dengan individu lainnya baik perorangan maupun di dalam kelompok. Tidak satupun konsepsi yang tidak dikenal oleh manusia. Artinya adalah bahwa melalui interaksi manusia dengan manusia lain dan dengan alam, sebuah konsepsi tetap dikenal oleh manusia di mana konsepsi itu lahir.
Keberadaan diri manusia, seperti yang kita ketahui, terbentuk melalui tanda-tanda yang merupakan bagian dari proses pengenalan tanda yang ada di dalam
Alam dan proses pengenalan tanda yang ada di dalam suatu komunitas. Kesadaran diri manusia saling terkait dengan mata rantai semiotik dan terbuka bagi struktur rasional yang terdapat di dalam alam ini. Kenyataan-kenyataan sebagai tanda-tanda eksternal yang diketahui atau yang dapat diketahui masuk dan menempati ranah pikiran manusia dan melalui perbandingan-perbandingan membentuk makna. Karena itu, berbeda dengan Chomsky, Marvin Minsky mengemukakan bahwa pikiran adalah bawaan. Tetapi pikiran tidak dapat berbuat apa-apa tanpa tanda-tanda. Secara spesifik, dia mengatakan bahwa, maksud atau arti berakibat melalui sampai interaksi antara pembaca dan penerima dan corak ilmu bahasa berakibat sebagai hasil proses sosial, yang tidak pernah sewenang-wenang. Di dalam kebanyakan interaksi, para pemakai bahasa membawa dengan disposisi berbeda ke arah bahasa, yang adalah berhubungan erat ke sosial. Peran interaksi sosial dalam pembentukan makna dalam kebahasaan sangat penting. Baik dalam akusisi bahasa anak maupun pembentukan pemahaman orang dewasa secara individual terhadap sesuatu, pembentukan sebuah konsep atau pemahaman suatu proses kultural tidak lepas dari peran sosial-budaya.
Kembali kepada konteks dan perluasan pengertian konteks, dapat disimpulkan bahwa konteks tidak saja terbatas pada konteks-konteks langsung yang mencakup topik, latar, partisipan, saluran bahasa, dan fungsi bahasa Freedle, 1979, tetapi juga melingkup semua tanda-tanda yang terdapat di dalam alam sesuai dengan komponen budaya di mana tanda-tanda tersebut itu ada Halliday, 1986. Proses akuisisi dan pembelajaran bahasa oleh anak-anak dan orang dewasa selalu didampingi oleh tanda-tanda yang tersimpan di dalam komponen-komponen sosial budaya yang sekarang kita simpulkan sebagai perluasan konteks bahasa.
B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang tersebut, maka ke mana kajian bahasa seharusnya dan sebaiknya diarahkan agar berguna terhadap pengembangan sumber daya manusia.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendeskrifsikan tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan arah kajian bahasa dengan perkembangan iptek dan sosial budaya.
D. Manfaat Penilitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan bahan perbandingan kepada pembaca agar dapat dijadikan sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Merekonstruksi konsep tersebut untuk dapat dikembangkan lebih lanjut bagi pembaca dari hasil penelitian ini dan juga bermanfaat bagi penulis.
3. Memberikan kritik dan saran bagi penulis untuk mengembangkan pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Bahasa Akuisisi Dan Bahasa Pembelajaran
Pembicaraan tentang bahasa yang diakuisisi selalu berkisar tentang pemerolehan bahasa oleh anak-anak sampai umur empat tahun dengan sentral pembicaraan pada bentuk-bentuk bahasa yang dikuasai anak sampai pada tingkat umur tertentu. Anak-anak kelihatannya tidak menggandrungi bahasa tertentu dalam mengakuisisi bahasa. Mereka menyerap bahasa dengan mudah tanpa ada kesuliatan. Menurut para ahli psikolinguis, sampai dengan umur empat tahun, mereka sudah menguasai kosa kata, gramatika, makna semantis/paragmatis, dan wacana yang berhubungan dengan pengalaman mereka sehari-hari, Mudahnya mereka menguasai bahasa, tidak tergantung kepada lingkungan masyarakat bahasa yang mana mereka dibesarkan-- seperti anak Indonesia yang dibesarkan di Jerman akan berbahasa Jerman, yang dibesarkan di Swedia akan berbahasa Swedia, dan seterusnya. Namun bahasa yang dikuasai oleh anak yang berumur sampai dengan empat tahun adalah bahasa sehari-hari yang bertahapan sesuai dengan tingkat umur. Tahapan pertama adalah bahasa ego yang berfungsi untuk mengungkapkan keinginan diri tanpa memperhatikan keinginan dan komunikasi dua arah. Pada tingkat umur tertentu, barulah anak secara sederhana dapat menanggapi keinginan orang lain dalam berkomunikasi secara pragmatis. Konstruksi-konstruksi bahasa yang jarang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari; yang banyak dipakai dalam bahasa tulis dan konstruksi-konstruksi bahasa yang sangat rumit belum mereka kuasai Bentuk-bentuk bahasa formal, seperti bahasa pendidikan, bahasa pidato, bahasa diskusi, bahasa surat, bahasa buku, dan sejenisnya masih di luar jangkauan penguasaan anak. Pada saat anak-anak sudah masuk sekolah, akuisisi bahasa mereka semakin luas dan semakin memahami fungsi bahasa sebagai alat komunikasi sesuai dengan perkembangan sosial-budaya. Bahasa akademis dan bahasa tulis mereka peroleh pada saat mereka berada di dalam masa pendidikan formal. Semakin maju suatu bangsa, semakin rumit bentuk komunikasi yang terjadi sesuai dengan kerumitan perkembangan budaya yang berkembang dalam masyarakat bahasa di mana seseorang dibesarkan dan semakin berkembang penguasaan bahasanya.
Pernyataan Slobin yang terakhir di atas adalah kunci perbedaan pandangan penguasaan bahasa oleh para psikolinguis dengan para ahli sosiolinguistik, pragmatik dan analisis wacana. Penguasaan bahasa oleh anak dengan konstruksi gramatika yang lengkap sudah dianggap sebagai penguasaan bahasa secara sempurna. Sebaliknya, penulis berpendapat sama dengan para ahli yang mengatakan bahwa akuisisi dan pembelajaran bahasa manusia tidak pernah ada akhirnya sampai akhir hayat seseorang. Dengan kata lain, selama penguasaan bahasa tidak hanya dipandang sebagai penguasaan bentuk-bentuk gramatika, tetapi dipandang dari hubungan perkembangan sosial-budaya yang mereka serap dan hayati dari kehidupan mereka, maka akuisisi dan pembelajaran bahasa oleh manusia berlangsung terus.
2. Kajian Bahasa Dalam Perkembangan Iptek dan Sosial-Budaya
Orang di luar bidang bahasa selalu bertanya-tanya: "Untuk apa ilmu linguistik itu? Sebagai ilmuan kebahasaan, kita mencoba menjawabnya dari sudut pandang azas manfaat. Setiap kajian kebahasaan mempunyai azas manfaat. Bila kita tinjau dari segi aliran, bidang kajian, dan komponen dari masing-masing bidang kajian bahasa, sebenarnya kita dapat menelusuri satu persatu manfaatnya. Tetapi di dalam skripsi yang singkat ini, penulis tidak mungkin menjangkau semuanya. Bila kita perhatikan laporan penelitian kebahasaan baik penelitian lepas atau dalam bentuk skripsi, tesis, dan disertasi mahasiswa, di dalamnya dicantumkan azas manfaat penelitian. Sebagai hasil penelitian linguistik murni, secara umum hasil penelitian dikatakan bermanfaat untuk menambah khazanah kebahasaan baik untuk linguistik Indonesia khususnya maupun linguistik secara umum. Pada sisi lain, baik yang bertolak dari aliran kebahasaan maupun dari bidang-bidang dan komponen masing-masing bidang, sebagai hasil penelitian kebahasaan terapan, hasil penelitian bermanfaat untuk diterapkan untuk berbagai kepentingan, seperti pendidikan dan pengajaraan, pengembangan sosial-budaya, pengembangan iptek, pengembangan seni dan sastra, dan sebagainya.
Noam Chomsky, misalnya, sebagai penganut mentalisme dalam kajian kebahasaan berpendirian bahwa hasil kajiannya tidak untuk dimanfaatkan untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran bahasa karena memang dia tidak mempunyai alasan untuk itu Chomsky, 1980. Penganut mentalisme kebahasaan, seperti yang telah disinggung pada bagian terdahulu, mengkaji bagaimana makna-makna bahasa diserap oleh anak-anak melalui analisis hubungan logis antar unsur yang hanya melibatkan konteks semotaktik konteks keterkaitan secara logis antar unsur di dalam kalimat. Karena itu manfaat hasil kajiannya diuntukkan pada pengayaan khazanah kebahasaan dalam bidang psikolinguistik. Karena psikolinguistik mempunyai kaitan dengan ilmu otak neurologi, pertanyaan muncul: "Apakah kajiannya dapat dimanfaatkan untuk terapi bagi orang-orang yang bermasalah dalam pengucapan bahasa yang disebabkan oleh kerusakan gumpalan otak yang mengontrol bahasa language lump" Jawabannya adalah "tidak" karena yang memperbaiki "kerusakan bahasa" bukanlah kajian Chomsky, tetapi kajian dan penelitian tentang otak itu sendiri. Kalau demikian, hasil kajian psikolinguistik hanya untuk kajian itu. Manfaat hasil kajian suatu bidang ilmu merupakan hak prerogatif pengkajinya sendiri. Dengan kata lain, hasil kajian bahasa yang demikian merupakan inventarisasi kekayaan ilmu dan pengetahuan. Karena itu, salah satu klasifikasi hasil kajian bahasa adalah inventarisasi kekayaan ilmu pengetahuan. Bahasa dalam hal ini berfungsi sebagai ilmu seni.
Masudnya teknologi secara berangsur-angsur ke dalam ruangan kelas selama lebih dari 20 tahun cenderung mencerminkan perkembangan teknologi komputer yang sejalan dengan perkembangan pembelajaran dan pengajaran yang dilakukan oleh para ahli dan diangkat oleh guru untuk dilaksanakan di dalam kelas. Karena itu, pengenalan teknologi internet dalam pendidikan sejalan dengan beralihnya pendidikan dari minat terhadap teori belajar kognitif dan perkembangan ke arah teori sosial dan kerjasama. Hawisher, 1994.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa era komunikasi hypertext dan internet yang telah mulai tumbuh pada pertengahan1990-an mengisyaratkan perlunya perluasan pandangan terhadap literasi: komputer tidak lagi dipandang sebagai pengganti guru atau alat yang "pintar" bagi pembelajar, tetapi sebagai media baru yang mengubah cara kita menulis, membaca, dan mungkin juga berpikir Selfe, 1989. Tanpa berpegang kepada analisis radikal peran teknologi dan literasi, kita perlu melakukan penelitian tentang komputer dan pendidikan yang tidak hanya menghargai manfaat komputer secara pedagogis dan sosial tetapi juga menentukan secara tepat bagaimana bahasa, pembelajaran, dan pengajaran telah digantikan oleh penggunaan teknologi internet dan hypertext di dalam kelas. Bahasa internet merupakan bahasa wacana yang dapat dikaji dan dapat diterapkan dalam pendidikan dan pengajaran.
Tentu saja banyak hasil kajian bahasa yang berstatus seperti ini, namun kemajuan IPTEK dan sosial-budaya di segala bidang membuat kajian bahasa berkembang ke arah yang bersamaan dengan perkembangan itu. Di dalam skripsi ini penekanan adalah pada kajian-kajian bahasa yang berkaitan dengan perkembangan tersebut, seperti pendidikan dan pengajaran, politik, kritik, komputerisasi, ekonomi, teknik, pariwisata, komunikasi, dan banyak lagi.
Penulis, dalam skripsi ini, tidak akan menguraikan perkembangan IPTEK dan sosial-budaya secara konseptual, teoritis dan sistematis karena hal tersebut adalah di luar jangkauan penulis. Tetapi penulis akan memberikan contoh-contoh perkembangan tersebut secara acak dan mengaitkannya dengan kajian kebahasaan.
3. Analisis Wacana
Ada dua jenis wacana, wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan berbentuk komunikasi verbal antar persona, sedangkan wacana tulis ditampilkan dalam bentuk teks. Wacana harus dibedakan dari teks dalam hal bahwa wacana menekankan pada proses, sedangkan teks pada produk kebahasaan. Sebuah unit percakapan dapat dilihat dari teks apabila penganalisis melihat hubungan kebahasaan antar tuturan. Sebaliknya, percakapan dilihat dari wacana apabila yang dikaji adalah proses komunikasi sehingga menghasilkan interpretasi. Dalam skripsi ini, penekanan bahasan adalah pada wacana.
Bahwa budaya mempengaruhi "gaya" percakapan secara sistematis merupakan prinsip pendekatan analisis wacana yang dikenal sebagai etnografi komunikasi, yang mengkaji bagaimana kaidah-kaidah budaya menentukan struktur dasar percakapan. Bagi etnografer di bidang ini, budaya merangkul pengetahuan dan pelaksanaannya, termasuk tindak tutur. Dalam hal yang demikian, etnografi komuniaksi adalah payung teori tindak tutur. Karena itu, barangkali, pendekatan komunikasi yang mengatakan bahwa tidak hanya totalitas pengetahuan dan pelaksanaan budaya tercakup di dalam wacana tapi juga penekanan pada bahasa menjadikan kedua kajian ini lebih banyak diperhatikan pada saat ini.
Karena totalitas budaya tercakup secara dominan di dalam kajian wacana, maka semua aspek kehidupan sosial-budaya manusia dapat dianalisis melalui wacana. Makna dan modernitas merupakan usaha yang ambisius untuk membangun kembali konsep dari pragmatism filosofis untuk teori social yang kontemporer. Halton 1986 mengemukakan nilai- nilai sikap pragmatis sebagai cara berpikir. Selama ini, teknik rasionalisasi melepaskan diri dari konteks yang hidup..Yang lebih menarik dewasa ini adalah arah kajian sosial budaya dan wacana bisa dilakukan dalam dua arah--melalui wacana, kita dapat mengkaji budaya dan melalui budaya kita dapat mengkaji wacana.
4. Analisis Percakapan
Berikut ini, Van Dijk 1998 mengulas tentang analisis percakapan. Seperti yang telah diperlihatkan oleh peneliti etnografi komunikasi dan para ahli bahasa lainnya, pemanfaatan kegiatan yang diatur oleh kaidah secara empiris dapat diuji dan diverifikasi kebenarannya. Analisis empiris peran tingkah laku yang diatur kaidah di dalam interaksi percakapan merupakan sentral pendekatan; dasar empirisnya menupangnya dengan metode yang tangguh karena hipotesis tentang percakapan yang terjadi pada suatu interaksi dapat diverifikasi dengan mengkaji interaksi dalam percakapan yang lain. Hasilnya adalah bahwa banyak para linguis dan sosiolog memfokuskan kajian mereka pada hal-hal yang diatur kaidah di dalam percakapan dan menemukan prinsip-prinsip utama. Ini bukan berarti bahwa sudah ada pendekatan yang diatur oleh kaidah yang sistematis dalam analisis wacana.
Sebaliknya, pendekatan yang berdasarkan kaidah dalam menerangkan makna telah dikeriktik secara luas, sebagi sesuatu yang terlalu umum untuk dimanfaatkan. Disarankan oleh banyak ahli agar kajiannya dibatasi di berbagai kemungkinan. Namun penganut kaidah percakapan membalasnya dengan mengatakan bahwa kaidah bukan untuk dipakai secara ketat, namun dalam percakapan terdapat kaidah yang dapat dipedomani. Dengan melihat bahwa ada kaidah dalam struktur percakapan, kita membatasi agar kajian kita tidak menjadi sesuatu yang tidak berujung.
5. Ketidakpastian Makna
Pada saat tertentu, makna bisa menjadi tidak terbatas, baik bagi penganalisis maupun bagi interlokutor. Ini merupakan kenyataan bahasa. Persepsi dan interpretasi setiap wacana bersifat sangat subyektif. Terdapat kemungkinan bahwa interpretasi dan reinterpretasi merupakan sesuatu yang tak berujung, hanya pembicara, pendengar, dan pengamatlah yang tahu. Interpretasi struktur simbolis ditentukan oleh makna kontekstual simbolis yang tak terbatas. Van Dijk menegaskan bahwa tak satupun pendekatan yang dapat menginterpretasi makna secara pasti. Apa yang dilakukan adalah usaha memaksimalkan interpretasi tersebut kearah kebenaraan.
Di dalam analisis wacana yang terkait dengan perkembangan sosio-kultural, ketidakpastian makna disebabkan oleh berbagai "lingkungan wacana" yang memungkinkan keberadaan ungkapan yang harus diinterpretasi. Lingkungan itulah yang kita maksudkan dengan konteks. Makna konseptual sebuah kata, makna logis sebuah kalimat, dan makna logis antar kalimat belum dapat menjamin ketepatan makna yang dimaksudkan oleh penuturnya. Ada komunikasi di luar konsep dan di luar logika yang harus "dibuntuti" sehingga kita menemukan interpretasi yang kira-kira mendekati kebenaran. Konsep sebuah kalimat yang efektif tidak berkisar sebatas penggunaan kata yang tepat, kalimat yang gramatikal dan stilistika yang benar, tetapi jauh di luar itu; pengetahuan penulis tentang sosio kutural yang kontekstual juga harus dilihat sebagai aspek yang harus menjangkau konsep tersebut.
Kajian wacana dapat pula diarahkan pada analisis antar wacana. Interaksi antar wacana diumpamakan oleh Van Dijk sebagai permainan catur. Bagaimana satu individu atau suatu kelompok masyarakat memahami wacana individu atau kelompok lain dan bagaimana kelompok kedua menanggapi wacana kelompok pertama, dan seterusnya. Analisis yang demikian erat sekali kaitannya dengan aksi apa yang akan terjadi sesudah itu. Sebuah berita koran yang bahasanya menggunakan konsep kata, logika kalimat, dan logika wacana yang kelihatan netral mungkin saja dapat menyinggung perasaan pembaca dalam kelompok tertentu dan kemudian segera terjadi makar.dan tentulah ini erat pula kaitannya dengan kultur yang dianut oleh masyarakat tersebut. Karena itulah kajian wacana yang terkait dengan perkembangan iptek dan sosial-budaya merupakan kajian yang signifikan untuk dilakukan tanpa melepaskannya dari azas manfaat. Bagaimana pemanfaatan hasil kajian tersebut untuk kepentingan mayarakat luas. Itulah pertanyaan yang paling signifikan yang harus dijawab oleh pengkaji bahasa. Contoh-contoh berikut sedikit memberikan gambaran tentang azas manfaat kajian wacana.
Bila kajian bahasa dikaitkan dengan perkembangan iptek dan sosio-kulutural, kajian kebahasaan akan mempunyai sumber yang tidak terbatas, terutama kajian wacana. Berikut ini beberapa contoh kajian wacana yang terkait dengan perkembangan sosial-budaya dan iptek.
6. Pandangan Orang Finlandia terhadap Berita Televisi CNN: Analisis Kritik Antar-Budaya tentang Gaya Wacana Komersil Orang Amerika
Terintegrasinya ekonomi Eropa dan permintaan yang meningkat terhadap keberhasilan iklan di pasar Eropa memaksa pemerintah melakukan deregulasi, restrukturisasi, dan komersialisasi monopoli penyiaran publik yang tidak komersil, sudah lama berdiri, dan secara tradisional mendominasi wacana publik. Restrukturisasi dan komersialisasi alat yang digunakan untuk menyebarkan informasi oleh publixk ini diiringi oleh perubahan-perubahan struktur kebahasaan wacana publik yang biasa dipakai.
Cable News Netrwork CNN sebagai jaringan yang menyiarkan segala macam berita di Eropa melalui satelit dan kabel, terbukti sebagai model yang populer dan terjangkau dan dapat dikaji serta ditiru. Namun daya tarik CNN bagi penyiaran-penyiaran di Eropa bukanlah pada berita yang disiarkan selama 24 jam, tetapi pada penggunaan gaya wacana komersil oleh pencipta yang sudah berpengalaman dan profesional.
Kajian ini memfokuskan pada asal-usul gaya wacana komersil Amerika secara historis, politis, ekonomi, dan ideologis, dan secara kritis menganalisisnya dengan bantuan antar-budaya orang Finlandia, orang yang belum menerima gaya tersebut secara implisit sebagai "berita". Di dalam analisis wacana berita komersil ini juga termasuk kajian fenomena yang dapat menyebabkan kesalah-pahaman, yang juga dikenal sebagi "gap", dalam penyerapan makna yang disajikan oleh CNN dalam gaya komersil Amerika dan diterima oleh orang Finlandia. Perbedaan persepsi tentang pesan-pesan CNN dikaji dan dianalisis antar-budaya untuk menemukan dan mengekspos perkiraan-perkiraan tentang gaya wacana komersil. Aspek-aspek gaya wacana komersil juga dikaji, termasuk pembuatan kerangka berita dan sari berita.
7. Critical Discourse Analysis CDA
Contoh lain perkembangan kajian bahasa adalah "Critical Discourse Analysis" CDA yang dipopulerkan oleh van Dijk 1978 melalui websites. CDA sudah membuat kajian bahasa menjadi alat interdisipliner dan digunakan oleh para ahli dengan bermacam-macam latar belakang, termasuk kritik media. Yang paling signifikan lagi adalah bahwa CDA menawarkan kesempatan untuk mengangkat perspektif sosial di dalam studi teks media antar budaya, seperti kajian wacana politik, yang berbeda dengan analisis teks secara linguistik, pragmatik, dan sosiolinguistik. Sementara kebanyakan bentuk analisis wacana bertujuan untuk memahami aspek sosio-kultural wacana, CDA bertujuan untuk menjelaskan perwujudan, struktur internal, dan susunan teks secara keseluruahan. Salah satu perbedaan utama adalah bahwa CDA bertujuan untuk mengeriktik deskrifsi dan teori wacana. Ada tiga pertanyaan dasar kajian CDA:
a. Bagaimana kelompok yang lebih kuat mengontrol wacana publik?
b. Bagaimana wacana yang demikian mengontrol pikiran dan tindakan kelompok yang lebih lemah dan apa dampak sosial pengontrolan yang demikian, seperti kesenjangan sosial?
c. Bagaimana kelompok yang didominasi secara tidak langsung menantang kekuatan tersebut.
8. Contoh Pemanfaatan Komputer dalam Kebahasaan
a. Sistem Pembelajaran Bahasa melalui Komputer CALL
b. Pemeriksa tata bahasa dan stilistika dan membantu penulis menulis teks yang jelas.
c. Untuk menghindarkan salah komunikasi informasi antar batas bahasa.
d. Alat penganalisis deskrifsi teks dan mencari gambar yang cocok dengan deskrifsi tersebut.
e. Sistem yang membuat kita dapat menghasilkan berbagai jenis teks untuk tujuan yang berbeda dari sumber informasi yang sama, misalnya, pemasaran, pemeliharaan, pelatihan, pengelolaan.
Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar dan unsure-unsur kecil yang merupakan bagian dari satu keutuhan yang tidak dapat dipisahkan. Unsur –unsur kebudayaan dalam pandangan Malinowski adalah sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan terjadfinya kerjasama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi.
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan.
4. Organisasi kekuatan.
Kebudayaan mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Berbagai kekuatan yang dihadapi manusia seperti kekuatan alam dan kekuatan-kekuatan lainnya. Karsa masyarakat mewuijudkan norma dan nilai-nilai yang sangat perlu untuk tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Untuk menghadapi kekuatan-kekuatan buruk, manusia terpaksa melinduingi diri dengan cara menciptakan kaidah0kaidah yang pada hakikatnya merupakan petunjuk-petunjuk tentang cara bertindak dan berlaku dalam poergaulan hidup. Manusia bagaimanapun hidupnya, akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan pribadi disebut Habit yang dijadikan kebiasaan yang teratur oleh seseorang, kemudian dijadikan dasar hubungan antara orang-orang tertentu sehingga tingkalaku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan itu semuanya menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat dinamakan adat-istiadat. Adat-istiadat yang mempunyai akibat hukum disebut Hukum adat.
9. Kesimpulan
Bahasa bukan saja merupakan "properti" yang ada dalam diri manusia yang dikaji sepihak oleh para ahli bahasa, tetapi bahasa juga alat komunikasi antar persona. Komunikasi selalu diiringi oleh interpretasi yang di dalamnya terkandung makna. Dari sudut pandang wacana, makna tidak pernah bersifat absolut; selalu ditetukan oleh berbagai konteks yang selalu mengacu kepada tanda-tanda yang terdapat dalam kehidupan manusia yang di dalamnya ada budaya. Karena itu bahasa tidak pernah lepas dati konteks budaya dan keberadaannya selalu dibayangi oleh budaya.
Dalam kajian bahasa seharusnya para ahli bahasa mengarahkannya pada keterkaitan keduanya. Sosiokultural kehidupan manusia selalu berkembang, termasuk IPTEK. Karena itu dewasa ini arahan penelitian kebahasaan sudah banyak yang menuju ke sana, sehingga hasil kajian bahasa dapat dimanfaatkan untuk kehidupan umat manusia. Secara khusus, kajian pragmatik, seperti kajian wacana, sangat diminati oleh para peneliti yang menginginkan bahasa tidak terpisah dari komunikasi dan sosial-budaya.
Karena bahasa tidak terlepas dari komunikasi dan sosial-budaya, maka kajian bahasa akan selalu mengikuti perubahan-perubahan yang ada di dalam sosial-budaya. Bila sebelumnya, penelitian wacana hanya meneliti proses interpretasi di dalam wacana itu sendiri, dewasa ini para peneliti sudah keluar mencari kaitan wacana dengan sosiokultural. Kajian wacana bahkan sudah mulai mengarah kepada kajian interdisipliner, seperti kajian bahasa untuk berbagai bidang yang manfaatnya kemudian dipetik oleh pendidikan dan pengajaran bahasa. Kajian bahasa dewasa ini sudah mulai menjangkau kajian di luar kajian kalimat yang lepas konteks.
DAFTAR PUSTAKA
eriyanto, 2008 Analisis Wacana. Jakarta: Bumi Aksara
…………, ……, Filsafat Bahasa.
Brown, Gillian and George Yule. 1983. Discourse Analysis Cambridge: Cambridge University Press.
Chomsky, Noam. 1965. Aspects of the Theory of Syntax. Cambridge: The MIT Press.
.1980. Rules and Representation. New York: Columbia University Press.
Clark, Virginia P. 1981. Language. New York: St. Martin's Press.
Coppock, Patrick John. 1997. A semiotic Perspective on the Development of Artificial Consciousness. Ditemukan tanggal 8 Mei 2000 dari World Wide.
Dellinger, Brett. 1995. Critical Discourse Analysis. Ditemukan 8 Mei 2000 dari World Wide Freedle, Roy. 1979. Sociolinguistic Approach to Dialogues. Norwood: Ablex Publishing Corporation.
Grundy, Peter. 1998. Pragmatics and Advanced Pragmatics. Ditemukan 8 Mei 2000 dari World Wide Web:.
Halliday, M.A.K. 1986. Language as Social Semiotic. London: Edward Arnold.
Hoenisch, Steven M. 1998. A Wittgensteinian Approach to Discourse Analysis. Ditemukan 8 Mei 2000 dari World Wide
Levinson, Stephen C. 1983 Pragmatics Cambridge: Cambridge University Press.
Minsky, Marvin. 1988. The Society of Mind. Cambridge: MIT Press.
Menyuk, Paula. 1971. The Acquisition and the Development of Language. Englewood Cliffs: Prentice Hall, Inc.
Miller, Max. 1979. The Logic of Language in Early Childhood. New York: Springer.
Piaget, J. 1926. The language and Thought of the Child. New York: Routledge & Kegan Paul.
_______ 1981. The Psychogenesis of Knowledge and Its Epistemological Significance. Cambridge: Harvard University Press.
Pinker, S. 1979 Formal Models of Language Learning. Cognition, 7, 217-283.
Pinker, S. 1984. LanguageLearnability and Language Development. Cambridge, MA: Harvard University Press. a
Pinker, S. 1987 "The bootstrapping problem in language acquisition". In B. MacWhinney Ed., Mechanisms of Language Acquisition. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Pinker, S. 1989 Learnability and Cognition: The acquisition of argument structure. Cambridge, MA: MIT Press.
Pinker, S. 1994a The Language Instinct. New York: Morrow.
Pinker, S. 1994b How could a child use verb syntax to learn verb semantics? Lingua, 92, 377-410. To be reprinted in L. Gleitman and B. Landau Eds., Lexical Acquisition. Cambridge, MA: MIT Press.
Rochberg-Halton, Eugene. 1986. Meaning and Modernity: Social Theory in the Pragmatic Attitude. Chicago: University of Chicago Press
Schiffrin, Deborah. 1994. Approaches to Discourse. Cambridge, Mass.: Blackwell.
Slobin, D.I. 1985. Universals of Grammatical Development in Children. Cambridge, Massachusetts: MIT Press.
Van Dijk, Teun A. 1998. Critical Discourse Analysis. Ditemukan 7 Mei 2000 dari Word Wide.
Vygotsky, Lev Semonovich. 1973. Thought and Language. Cambridge: The MIT Press.
Wittgenstein, Ludwig. 1984. Culture and Value. Chicago: University of Chicago Press.
Komentar